Pendidikan dan Harapan


Waktu menunjukan 11.19 dan kalender menunjukan hari ini tanggal 21 November 2012, "Saya harus menulis ! "

Rabu, ada salah satu mata kuliah yang sebenarnya cukup saya sukai karena mengajak dan menjadi tempat saya untuk belajar berbicara dan mengemukakan pendapat. Yak..kuliah ilmu pendidikan. Dikelas ini setiap minggu kami diminta diskusi dengan sebelumnya dipaparkan presentasi dari kelompok pemakalah yang sudah dibagi sebelumnya. Tema minggu ini tentang Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa. Diakhir diskusi saya sempat membacakan sedikit ya bisa dibilang anecdot, walaupun menurut Riza ( Moderator diskusi hari ini ) 90 adalah benar dan 10 persen imajiner.


Judulnya :
Dialog Imajiner Kyai Dahlan Dan Ki Hajar

Alkisah di akhirat, bertemulah KH. Ahmad Dahlan dengan temannya, Ki Hajar Dewantara, sesama begawan pendidikan. Keduanya terlibat pembicaraan mengenai kondisi pendidikan di negara mereka dulu, Indonesia.
“Assalamu’alaikum, Ki. Apa kabar?,” Kyai Dahlan menyapa Ki Hajar. “Wa’alaikum salam. Baik Kyai,” jawab Ki Hajar. “Bagaimana kondisi pendidikan di negeri kita sekarang, Ki?,” tanya kyai Dahlan.
“Lho, kita kan sama-sama bisa melihat dari alam akhirat ini, Kyai. Orang-orang di negara kita memang berhasil membangun lembaga pendidikan yang besar-besar gedungnya, sekolah ada dimana-mana, bahkan saya dengar berita dari beberapa orang yang baru meninggal, di sana pendidikan mulai di gratiskan,” jawab Ki Hajar.
“Kan itu perkembangan positif, Ki?” tanya Kyai Dahlan.
“Memang, tetapi beberapa dari mereka menganut paradigma yang mulai melenceng. Pendidikan tidak lebih dari proses mendapat kerja, bukan memahami dunia. Menuntut ilmu hanya untuk mencari uang, bukan untuk mencari kebenaran. Budaya instan merajalela. Siswa hanya diajarkan menjawab soal, bukan memahami persoalan. Dalam ujian, yang penting lolos, bukan lulus. Bahkan yang lebih memprihatinkan, guru cenderung menjadi pekerjaan, bukan panggilan kesadaran. Ikhlas tidaknya mengajar berbanding lurus dengan gaji dan tunjangan. Apalagi di sekolah milik negara, guru diincar karena itu berarti bisa dapat pensiun saat tua. Hingga untuk mendapatkannya banyak yang berlaku curang,” jawab Ki Hajar. “Bagaimana dengan perkembangan sekolah swasta yang Kyai Dahlan rintis?”
“Tidak jauh berbeda Ki. Yang membuat saya prihatin adalah mereka merasa rendah diri di hadapan sekolah milik negara. Itu kan ahistoris. Saya mendirikan sekolah swasta jauh sebelum Indonesia merdeka dan memiliki sekolah. Tetapi sekolah swasta sekarang tidak punya keberanian merumuskan sistem pendidikan mereka sendiri. Dan lagi Ki, pendidikan Agama Islam dan Kemuhammadiyahan dianggap tidak penting, jadinya moral siswa berantakan,” jawab Kyai Dahlan.
Tiba-tiba ada orang datang, rupanya dia baru meninggal. Dia tampak sedih. Kyai Dahlan dan Ki Hajar menyapa orang itu. “Ada apa gerangan ki sanak, Anda kelihatan sedih?”. Orang itu menjawab: “Semasa hidup, saya seorang guru. Saya meninggal karena dihakimi massa karena mencabuli siswi saya sendiri.”
Ada lagi yang datang, kali ini seorang remaja. Dia juga tampak sedih. Kyai Dahlan dan Ki Hajar pun menyapanya. “Ada apa nak?”. Anak muda itu menjawab, “Saya meninggal karena bunuh diri. Saya stres karena tidak lulus ujian nasional. Padahal saya sudah menyiapkan contekan dan beli jawaban dari calo.”
Kemudian ada lagi yang datang, seorang pemuda. Dia tampak sayu. Kyai Dahlan dan Ki Hajar bertanya. “Ada apa kok tidak semangat ?”. “Saya mahasiwa yang meninggal karena tawuran,” jawabnya.
Mendengar jawaban mereka, Kyai Dahlan dan Ki Hajar kaget. Lalu mereka berembuk, dan sepakat untuk kembali ke dunia, memperbaiki kondisi pendidikan di negara mereka. Mereka lalu minta kepada Allah supaya diberi nyawa lagi. Mereka bertekat meluruskan pendidikan di Indonesia, bahkan dunia. Namun belum sempat minta dihidupkan, malaikat menghentikan mereka.
Kepada Kyai Dahlan dan Ki Hajar, malaikat berkata : “Kyai Dahlan dan Ki Hajar yang saya hormati. Maaf, Anda berdua tidak bisa hidup lagi. Untuk mewujudkan keinginan itu, Anda bisa mentransformasikan pemikiran dan keinginan Anda saja kepada yang masih hidup. Insya Allah, masih ada yang bisa merasakan semangat kebenaran Anda berdua,” kata malaikat.
Dengan berlinangan air mata, keduanya mengangguk. Dan kini mereka hanya bisa berharap.

***

Saya sampai sekarang belum menemukan siapa penulis teks tersebut. Kalau sumber yang saya dapat sih dari sini -->http://gicara.com/tokoh-kita/dialog-imajiner-kyai-dahlan-ki-hajar.html .

Siapapun yang menulis teks tersebut, saya memberikan apresiasi baik. Menurut saya menarik apa yang dituliskan disana, yang diimajinerkan. Ketika dua tokoh pendidikan diandaikan bisa mengobrol kembali. Secara tidak langsung disana ada kritik bahwa pendidikan masa kini sudah mulai melenceng jauh dari tujuan awal para pelopor pendidikan Indonesia. Akankah kita sebagai muda mau diam saja mengetahui semua itu? Atau bahkan kita tetap akan tak acuh pada kondisi yang terjadi di dunia kini. Ah...kawan. Kita muda ! Kita yang masih bergelora. Kalau hanya bergeming dan tak acuh siapa lagi yang akan bergerak merubah dunia. Ingat kata Bung Karno tentang
"Berikan aku satu pemuda, akan kuguncang Indonesia. Dan berikan aku sepuluh pemuda, akan kubentuk boyband kuguncang dunia"  :D
Saya percaya kok, pendidikan Indonesia bisa berubah lebih baik. Dan salah satu caranya dengan merubah diri sendiri terlebih dahulu, menuju ke arah yang lebih baik tentunya. Teori lama memang, saya masih ingat cerita tentang  seseorang yang mempunyai cita-cita ingin merubah dunia. Ketika dia mencoba merubah dunia, ternyata dia terlalu lelah, dia kemudian berjuang merubah negaranya. Usahanya sia-sia, dia sadar kemudian berniat mengubah kotanya. Sama saja usahanya sia-sia. Dia kemudian menurunkannya ingin merubah Desanya, dan sama saja ternyata sangat susah dan sia-sia. Sampai akhirnya dia memutuskan dia ingin merubah keluarganya terlebih dahulu, dan itu ternyata juga sangat sulit dan sia-sia. Sampai akhirnya sadar bahwa yang seharusnya dia ubah sejak awal adalah dirinya sendiri. Namun usia telah dimakan waktu bersama usahanya yang sia-sia, dia hanya menyisakan kecewa dengan harapan yang tak pernah tercapai.

Start dari dirimu sendiri. Itu yang menjadi poin pentingnya. Bagaimanapun masalah pendidikan dan tujuan-tujuan muliannya akan terus diusahakan dan diperjuangkan, dan cara memulainya dengan start dari diri sendiri. Bagaimana caranya meg? Umm..mungkin gina coba tanya kediri sendiri, udah tahu belum guna pendidikan apa? Gunanya buat diri kita pribadi apa? Selebihnya mungkin bisa tanya yang ahli aja deh ya, saya mah masih newbi masalah kayak ginian. Yang pasti menurut saya refleksi dan perbaikan diri itu start yang harus dilakukan untuk mulai melakukan perubahan. Saya tidak sedang menggurui, saya hanya mengungkapkan pendapat dan insyaallah akan saya coba. Bismillah..

Gambar dari :theautismfactor.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pentingnya memakai serum rambut rontok!

Review Gio Dental Care Jogja Tambal Gigi Depan

Cerita Nikah - Biaya Nikah Hemat di Masa Pandemi Jogja